Jumat, 12 April 2019

Kartu

3 kartu vs 1  Kartu

Konstelasi politik indonesia menjadi salah satu perhatian penulis karena ada sesuatu yg menggelitik ketika para calon menyampaikan visi dan misinya. Yaitu ketika masing masing dari mereka memaparkan tentang kartu yang memang  itu adalah salah satu dari program-programnya.

Calon 01  yang merupakan petahana memaparkan 3 kartunya yaitu kartu KIP kuliah, Pra Kerja dan kartu Sembako Murah adalah gagasan yg diusung oleh paslon 01, dengan berbagai penjelasan yang kompleks dan kalo penulis bilang sampai mulut keluar busa. 

Baik rasionalisasi yang dinarasikan oleh paslon ataupun tim kampanyenya di berbagai media informasi, berusaha mendulang elektabilitas dan suara dari 3 kartu yang menurut mereka solutif tapi menurut hemat penulis ini hanya sebuah euforia dan wacana yang tak berujung.

Kemudian atau ini memang tuk  meraup suara yang melimpah kemudian mengeluarkan sebuah program yang Wah. Tapi realitasnya kosong tak berisi.

Kemudian penulis akan membahas Calon 02 yang menurut hemat saya merupakan orang sangat gigih dalam mengikuti konstelasi politik kenapa begitu?. Karena sudah berulang kali tapi tak kunjung jadi.Semangat ini patut di puji. 

Tapi ada sesuatu yang harus di pertanyakan serius dari hati untuk mengabdi atau memang cuma sekedar ambisi. Tapi biarlah perilah niat cuma Tuhan dan mereka yang tau. Program paslon 02 adalah dengan memanfaatkan 1 kartu yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP). 

Menurut penulis dari berbagai penjelasan yang coba dinarasikan paslon 02 pun yang dibumikan oleh tim pemenangannya, adalah dengan mencoba memaksimalkan dan mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan atau NIK 

Penulispun sepakat dengan coba memaksimalkan Penggunaan KTP untuk memperoleh semua akses pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan masih banyak lagi program-program yang mengharuskan penggunaan dari NIK ini.

Tapi penulis ingin mengomentari gagasan ini karena harus menjadi sorotan adalah bagaimana mengatasi jika Kartu Tanda Penduduk yang merupakan syarat untuk mendapatkan segala program pemerintah ini hilang dan belum lagi pembuatan ulang KTP itu sendiri membutuhkan waktu cukup lama. Pun ini adalah pengalaman penulis sendiri.

Bukan pesimistis ataupun tidak percaya hanya saja yang dikhawatirkan ini sama hanya ambisi tanpa realisasi. Memang kita patut untuk berbangga diri transisi dari KTP ke E-KTP data kependudukan kita lebih cepat dari pada jerman atau negara lain. Indonesia hanya butuh 5 tahun tapi kemudian ini tidak pula dapat dijadikan tolak ukur. Karena apa? Ketidakpercayaan publik terhadap pelayanan proses e-ktp ini sangat lama. 

Memang setiap program-program yang di usung masing-masing calon mempunyai rencana dalam mengimplementasikan itu. Jadi siapapun yang kalian pilih jangan membuat pluralisme dan kemajemukan negeri ini terdegradasi hanya karena pilihan politik saja, 

Penulispun tidak ada niat untuk mendeskreditkan program-program dari masing masing paslon, hanya saja kita harus sama-sama berdoa bahwa nanti siapapun yang terpilih bisa membuat itu semua menjadi realitas dan bukan cuma di awang-awang yang mengambang, sudah terlalu kenyang kita diberi janji tanpa bukti.




Jangan memilih untuk golput yah gaes karena 1 suara kita menentukan masa depan indonesia,  jadilah pemilih yang pintar dan tentukan pilihan mu sendiri jangan ada interpensi dari siapapun.

Biar yang tahan rindu itu dilan aja kita tinggal nyoblos aja.

Ingat 17 april 2019 datang ke TPS yah



Sekian penulis minta maaf pemilihan diksi dan redaksi yang masih banyak kurang, karna sempurna hanya milik Tuhan dan khilaf milik saya hambanya. Kritik dan saran pembaca yang budiman sangat penulis harapkan

Ivan Puadillah Z












  
HMI Komisariat STIE PPI : Milenial Bablas


Audrey gadis belia yang masih duduk di bangku smp ini menjadi korban bullying dan kekerasan oleh sejumlah siswi SMA di Pontianak. 

Akibat dari perselisihan yang terjadi di media sosial  berujung pada tindak kekerasan kepada audrey. ini membuktikan bahwa media sosial yang harusnya menjadi alat untuk memudahkan dalam berkomunikasi justru malah menjadi wadah egosentrisasi remaja pada saat ini.

Memang kita tak patut untuk mendeskreditkan semua pengguna media sosial itu buruk. Tidak bisa langsung justification, namun dengan melihat makin maraknya kasus tindak pidana dan kekerasan yang di lakukan  para remaja saat ini yang boleh kita sebut 
"generasi milenial".

Kasus yg terjadi pada adik kita Audrey hanya segelintir dari banyaknya kasus-kasus lain yang seharusnya ini menjadi sorotan bagaimana mengedukasi adik-adik kita untuk bijak dalam menggunakan teknologi. Ini juga harus menjadi bahan evaluasi untuk para orang tua di seluruh indonesia yang mana seharusnya lebih memberikan edukasi penggunaan gadget kepada anak, kalo ngga penting-penting amat jangan lah.


Maka kami Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat STIE PPI Berharap pada generasi milenial yang kedepannya akan menjadi penerus bangsa ini untuk mari sama-sama lebih bijak menggunakan teknologi, kami pun mendoakan semoga adik kita audrey selalu diberikan kekuatan. Juga kepada para para pelaku diberikan kesadaran atas kekhilafan dan ampunan dari Allah SWT. Amin. Tapi proses hukum harus tetap di lanjutkan tanpa mengesampingkan Hak-hak anak. Yuk bijak dimulai dari kita untuk bangsa tercinta INDONESIA 🇮🇩



Yakinkan Dengan Iman
Usahakan Dengan Ilmu
Sampaikan Dengan Aman




Saran dan Kritik pembaca budiman sangat diharapkan penulis.

Ivan Puadillah Z




Hallo Pembaca yg budiman.

Perkenalkan saya Ivan Puadillah Zaeni biasa di panggil ivan lahir di tangerang 21 tahun yg lalu tepatnya 23 maret 1998. Saya anak ke 2 dari 4 bersaudara oke mungkin cukup yah,


Mohon bimbingannya karna baru memulai menulis.


Selamat menikmati blog ini. 😊